Multikulturalisme
adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang
menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan
hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah
multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan
berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikulturalisme
berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau
kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya
yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan
mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya.
Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran,
budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Konsep tentang
mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan
yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari pengayaan maupun
penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula ketika konsep
ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya. Muncul
konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni
”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama
dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang
atheis (Harahap, 2008). Dalam konteks ini, multukulturalisme
dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama
yang dikembangkan secara nasional.
Istilah multikulturalisme
sebenarnya belum lama menjadi objek pembicaraan dalam berbagai kalangan,
namun dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik
untuk dikaji dan didiskusikan. Dikatakan menarik karena memperdebatkan
keragaman etnis dan budaya, serta penerimaan kaum imigran di suatu
negara, pada awalnya hanya dikenal dengan istilah puralisme yang mengacu
pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Baru
pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang istilah
multikulturalisme. Istilah ini, setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu:
budaya, keragaman budaya dan cara khusus untuk mengantisipasi
keanekaragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat modern terdiri
dari berbagai kelompok manusia yang memiliki status budaya dan politik
yang sama. Selanjutnya, demi kesetaraan masa kini, pengakuan adanya
pluralisme kultural menjadi suatu tuntutan dari konsep keadilan sosial
(Okke KS Zaimar, 2007: 6).
Kesadaran akan adanya keberagaman
budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak
cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran
akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan
dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai
multikulturalisme.
Mengutip S. Saptaatmaja dari buku
Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context,
Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme
adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam
dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.
Lebih jauh,
Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa multikulturalisme adalah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan,
baik secara individu maupun kebudayaan. Yang menarik disini adalah
penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya
kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman
sebagai suatu kewajaran serta sederajat.
Multikulturalisme adalah
sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan
landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan
mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam
kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di
antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling
mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang
relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan
dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan
yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa,
keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik,
HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Selanjutnya
Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan
Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi
acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat
(termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya
seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya
masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah
mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata
kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari
beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Multikultural berarti
beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata
dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat
dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks
pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu
ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme
tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa
atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan
mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu
politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja
dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas,
prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar